1.
Seleksi Bahan
Bahan
baku merupakan faktor yang menentukkan dalam proses produksi atau pembuatan
bahan makanan. Jika bahan baku yang digunakan mutunya baik maka diharapkan
produk yang dihasilkan juga berkualitas. Evaluasi mutu dilakuakan untuk menjaga
agar bahan yang digunakan dapat sesuai dengan syarat mutu yang telah ditetapkan
oleh perusahaan, sehingga dihasilkan produk yang sesuai dengan standar mutu
yang ditetapkan (Kamarijani, 1983).
2.
Penimbangan
Semua
bahan ditimbang sesuai dengan formula. Penimbangan bahan harus dilakukan dengan
benar agar tidak terjadi kesalahan dalam penggunaan jumlah bahan. Ragi, garam,
dan bahan tambahan makanan merupakan bahan yang dibutuhkan dalam jumlah
sedikit, tetapi sangat penting agar dihasilkan roti yang berkualitas baik
sehingga harus diukur dengan teliti. Dalam penimbangan, sebaiknya tidak
menggunakan sendok atau cangkir sebagai takaran (Mujajanto, 2004)
3.
Pengadukan atau pencampuran (Mixing)
Mixing
berfungsi mencampur secara homogen semua bahan, mendapatkan hidrasi yang
sempurna pada karbohidrat dan protein, membentuk dan melunakkan gluten, serta
menahan gas pada gluten (gas retention). Tujuan mixing adalah untuk membuat dan
mengembangkan daya rekat. Mixing harus berlangsung hingga tercapai perkembangan
optimal dari gluten dan penyerapan airnya. Dengan demikian, pengadukan adonan
roti harus sampai kalis. Pada kondisi tersebut gluten baru tebentuk secara
maksimal. Adapun yang dimaksud kalis adalah pencapaian pengadukan maksimum sehingga
terbentuk permukaan film pada adonan. Tanda-tanda adonan roti telah kalis
adalah jika adonan tidak lagi menempel di wadah atau di tangan atau saat adonan
dilebarkan, akan terbentuk lapisan tipis yang elastis. Kunci pokok dalam
pengadukkan adalah waktu yang digunakan harus tepat karena jika pengadukkan
terlalu lama akan menghasilkan adonan yang keras dan tidak kompak, sedangkan
pengadukkan yang sangat cepat mengakibatkan adonan tidak tercampur rata dan
lengket (Mudjajanto, 2004).
4.
Peragian (Fermentation)
Fungsi
ragi (yeast) dalam pembuatan roti adalah untuk proses aerasi adonan dengan
mengubah gula menjadi gas karbondioksida, sehingga mematangkan dan mengempukan
gluten dalam adonan. kondisi dari gluten ini akan memungkinkan untuk
mengembangkan gas secara merata dan menahannya, membentuk cita rasa akibat
terjadinya proses fermentasi. Suhu ruangan 350C dan kelembaban udara 75%
merupakan kondisi yang ideal dalam proses fermentasi adonan roti. Semakin panas
suhu ruangan, semakin cepat proses fermentasi dalam adonan roti. Sebaliknya,
semakin dingin suhu ruangan semakin lama proses fermentasi. Selama peragian,
adonan menjadi lebih besar dan ringan (Mudjajanto, 2004).
5.
Pengukuran atau penimbangan adonan
(Deviding)
Roti
agar sesuai dengan besarnya cetakan atau berdasarkan bentuk yang digunakan
adonan perlu ditimbang, Sebelum ditimbang, adonan dipotong-potong dalam
beberapa bagian. Proses penimbangan harus dilakukan dengan cepat karena proses
fermentasi tetap berjalan (Anomim3, 2007).
6.
Pembulatan adonan (Rounding)
Tujuan
membuat bulatan-bulatan adonan adalah untuk mendapatkan permukaan yang halus
dan membentuk kembali struktur gluten. Setelah istirahat singkat lagi, adonan
dapat dibentuk menjadi panjang seperti yang dikehendaki. Jika adonan terlalu
ditekan maka kulit akan menjadi tidak seragam dan pecah (Anomim3,
2007).
7.
Pengembangan singkat (Intermediate
Proof)
Intermediate
proof adalah tahap pengistirahatan adonan untuk beberapa saat pada suhu 35-360C
dengan kelembaban 80-83% selama 6-10 menit. Langkah tersebut dilakukan untuk
memepermudah adonan diroll dengan roll pin dan
digulung. Selanjutnya, adonan yang telah dicampur
hingga kalis dilanjutkan dengan proses peragian (Mudjajanto, 2004).
8.
Pembentukan Adonan (Moulding)
Tahap
pembentukan adonan dilakukan dengan cara
adonan yang telah di istirahatkan
digiling pakai roll pin,
kemudian digulung atau dibentuk sesuai dengan jenis
roti yang di inginkan. Pada saat penggilingan, gas yang ada di dalam adonan
keluar dan adonan mencapai ketebalan yang di inginkan
sehingga mudah untuk digulung atau dibentuk
(Mudjajanto,2004).
9.
Peletakan adonan dalam cetakan
(Panning)
Adonan
yang sudah digulung dimasukkan kedalam cetakan dengan cara
bagian lipatan diletakkan di
bawah agar lipatan tidak
lepas yang mengakibatkan bentuk roti tidak
baik. Selanjutnya, adonan di diamkan dalam
cetakan (pan proof). Sebelum
dimasukkan kedalam pembakaran proses
ini dilakukan agar roti berkembang
sehingga hasil akhir roti diperoleh dengan
bentuk dan mutu yang baik (Mudjajanto , 2004).
10.
Pembakaran (baking)
Setelah
dibentuk sesuai yang
dikehendaki dan dikembangkan secara
optimal, adonan siap dipanggang di
dalam oven. Ada dua cara memanggang
roti, yaitu dengan uap dan tanpa uap,
tergantung jenis roti yang dibuat. Untuk beberapa
jenis roti, memanggang dengan uap itu lebih baik, atau
memang perlu untuk memberikan uap di
dalam oven. Ini akan menghasilkan kelembapan
yang tinggi dalam oven yang akan menjaga
kulit
roti tetap basah, sehingga oven proof
lebih baik dan pengembangan volume roti
dicapai. Proses pemasakan roti memerlukan
suhu mulai dari suhu 26oC-100oC.
Proses fisik adalah penguapan alkohol dan
air. Proses pemanggangan terjadi di
kulit, dimana berbagai jenis
gula menjadi karamel dan memberi warna pada kulit (Anomim3,
2007).